Campur Sari

Rabu, 13 Februari 2013

RSBI

Praktisi Pendidikan: Sistem RSBI memang Kacau


Kekacauan ini sendiri, menurut Itje Chodidjah, praktisi pendidikan, antara lain bisa dilihat dari dua aspek.

Aspek pertama, dari segi penyusunan Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tersebut.

Menurut Itje, dari segi penyusunan uu, penerapan RSBI di Indonesia selama ini memang tidak pernah didasarkan pada hasil riset yang benar.

"Hal ini berakibat pada tidak didapatnya gambaran yang jelas dan lengkap mengenai berapa sebenarnya sekolah yang mampu atau pun tidak mampu membuat sekolah RSBI di negeri ini. Ini juga berakibat pada tidak diketahuinya jumlah guru yang sebenarnya mampu melaksanakan konsep RSBI ini," kata Itje, saat menjadi ahli dalam sidang uji materi UU Sisdiknas di Gedung MK, Rabu (2/5).

Itje menilai selama ini penerapan RSBI di Indonesia selama ini tidak berhasil.

"RSBI itu asalnya memang sekolah unggulan yang sudah jadi lalu sekarang dipoles. Kalau ada yang mengklaim itu berhasil saya tidak sependapat. RSBI berhasil karena memang anaknya sejak dulu dipilih dari sekolah berprestasi, jadi sebenarnya sama saja. Kalau barang jadi dipoles menjadi bagus itu jelas bukan berhasil namanya," imbuh Itje.

"Perlu diketahui sekolah yang berhasil adalah sekolah yang berhasil memproses barang mentah menjadi barang jadi, dari kemampuan siswanya rendah menjadi mampu berdiri itu yang menurut saya berhasil," tambah Itje.

Kata internasional

Itje juga menjelaskan aspek lain yang juga membuat penerapan RSBI di Indonesia selama ini kacau, yaitu mengenai pengertian kata internasional yang digunakan dalam penerapan RSBI di Indonesia selama ini.

Menurut Itje, banyak para pengajar dan bahkan mungkin pemerintah sendiri yang menterjemahkan kata Internasional dalam penerapan RSBI tersebut secara ringkas.

"Banyak sekali sekolah yang datang minta bantuan untuk menerjemahkan arti internasional dan terjemahan yang paling mudah bagi mereka adalah mengajarkan Matematika dan IPA dalam dua bahasa, itu tidak bisa," kata Itje.

Lebih lanjut, ia mengatakan pengertian tersebut sangat berbeda dengan pengertian sekolah bertaraf internasional yang dianut di negara lain.

“Untuk Inggris, misalnya, mereka melakukan internasionalisasi pendidikan agar warganya itu mengerti tentang negara lain. Itu tujuannya untuk memberikan akses untuk mempelajari kultur negara lain sehingga mereka bisa cerdas," kata Itje.

Beberapa bulan lalu Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan menggugat penyelenggaraan RSBI ke MK karena mereka menganggap keberadaan RSBI tersebut telah melanggar konstitusi warga negara untuk mendapatkan hak mereka menikmati pendidikan dasar.

Pelanggaran konstitusi terkait penerapan RSBI itu sendiri terjadi akibat biaya bersekolah di RSBI yang mahal.

Menurut koalisi, besaran biaya sekolah tersebut sangat membatasi hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan dasar, khususnya anak- anak yang berasal dari golongan keluarga miskin.

Bukan hanya itu saja, Itje juga menilai pelaksanaan RSBI di Indonesia selama ini justru telah membunuh karakter bangsa.

"Banyak anak yang cerdas secara intelektual tapi karena secara finanisal dan geografis tidak punya kesempatan, hilang dan terbunuhlah karakter dia. Sebab RSBI selama ini kesannya diadakan bagi mereka yang mampu secara intelektual, finansial, dan geografis," kata dia.

0 komentar:

Posting Komentar