Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua menilai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK 90 persen masih bagus. Kalaupun ada upaya revisi yang kini sedang dibahas di Komisi III DPR RI, cukup menyangkut yang lemah saja.
Usai diskusi rapat dengar pendapat umum bersama anggota Panitia Akuntabilitas Publik DPD, di DPR, Jakarta, Kamis (13/10/2011), Abdullah menyebut tiga kelemahan yang perlu direvisi. Pertama soal pembukaan rekening hanya bisa dilakukan kepada tersangka.
"Seharusnya, sejak tahap penyelidikan bisa dibuka. Kalau sudah penyidikan, undang-undang menetapkan seseorang menjadi tersangka di KPK minimal sudah ada petunjuk berupa dua alat bukti," ujarnya.
Dengan begitu, pembukaan rekening tak perlu lagi. Kalau polisi dan jaksa, tak perlu dengan dua alat bukti. Asal saja tindak pidana itu sudah masuk ke penyidikan bisa mencari alat bukti. Jika tak cukup bukti, mereka bisa mengeluarkan SP3.
Sementara di KPK, untuk menentukan dua alat bukti permulaan yang cukup, maka pembukaan rekening tahap penyelidikan seharusnya bisa dilakukan. Tapi KPK terbentur dengan aturan, pembukaan rekening harus seseorang menjadi tersangka dulu. Inilah kelemahan KPK sekarang.
Kelemahan lainnya, kata Abdullah, soal penggeledahan. Menurutnya penggeledahan tak perlu izin pengadilan negeri, cukup dengan pemberitahuan saja. Karena jika izin akan menimbulkan kesulitan bagi penyidik dan membutuhkan proses yang lama.
"Terakhir masa jabatan pimpinan KPK. Sekarang polemik pemilihan capim KPK karena ada putusan MK. Misalnya apakah ada PAW seperti DPR ketika menggantikan Pak Antasari Azhar yang bermasalah, atau bagaimana. Itu menjadi problem, sehingga diperlukan ketegasan," terangnya.
Semestinya pemerintah bisa bersikap tegas anatara
kemelut KPK VS POLRI, karna dua institute ini sangat berperan penting dalam
hukum dan pemberantasan korupsi. KPK juga harus bertindak tegas terhadap
pejabat tinggi yang melakukan korupsi .
Sumber: www.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar