Campur Sari

Senin, 19 Desember 2011

REVIEW JURNAL 15



PEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH PEDESAAN


PENDAHULUAN

Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2002-2007 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 8,40%, pertumbuhan yang tinggi ini ditopang oleh sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Pada tahun 1996 sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi rakyat pedesaan Riau hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2 % sementara sektor industri melaju sebesar 14 persen. Namun pada tahun 2002 sektor pertanian sudah mulai membaik dengan angka pertumbuhan sebesar 6,06 persen, sedangkan sektor industri 12,47 persen. Selama periode 2002-2007 perumbuhan sektor pertanian cukup baik yaitu sebesar 6,79. Tingginya pertumbuhan sektor pertanian karena ditunjang oleh tanaman perkebunan yang berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, karet, kelapa dan sebagainya (Syahza A, 2007a).
Pemerintah Daerah Riau dalam memacu pertumbuhan ekonomi ke depan, mencanangkan pembangunan melalui program pemberantasan kemiskinan, kebodohan dan pembangunan infrastruktur (lebih dikenal dengan program K2I). Program K2I ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah dan pengelolaannya untuk pembangunan yang berkelanjutan. Setiap pembangunan yang dilaksanakan di Daerah Riau harus mengacu kepada Program K2I. Karena pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Potensi tersebut antara lain: 1) pengembangan tanaman hortikultura; 2) pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan usaha perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan usaha pertambangan; 6) pengembangan sektor industri; dan 7) potensi keparawisataan. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, yang pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, keberpihakan pada pembangunan sektor agribisnis secara nasional perlu disertai dengan suatu mekanisme yang menjamin bahwa manfaat pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat.
Ketertinggalan pada sektor pertanian khususnya di pedesaan disebabkan kebijakan masa lalu yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki (Basri. Y.Z, 2003).
Ke depan pembangunan ekonomi harus memulainya dari ekonomi pedesaan, karena di pedesaan itu sebagian besar penduduk mencari nafkah dari sektor pertanian. Untuk memajukan ekonomi di daerah sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengembangan koperasi di daerah Riau.
Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.
Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk pertanian, terutama pangan, sebelum memasuki era industrialisasi. Lebih spesifik, ketahanan pangan lokal harus tercapai lebih dahulu (Basri. M, 2007).
Untuk mengembangkan usaha agribisnis skala kecil perlu dibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin agribisnis kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar. Dari sisi lain Wijaya. S (2002) mengungkapkan, manfaat berkoperasi: 1) membantu meningkatkan standar sosial ekonomi di daerah dengan memanfaatkan potensi dan penyerapan tenaga kerja; 2) bermanfaat langsung, karena sesuai dengan kehidupan masyarakat pedesaan; dan 3) ekonomi pedesan bisa tumbuh karena koperasi berakar kuat di pedesaan.
Tulisan ini mencoba mengidentifikasi bagaimana percepatan pembangunan ekonomi masyarakat melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaan. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah menemukan model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis. Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pelaku-pelaku bisnis dan pembuat kebijakan pada tingkat kabupaten.
Pemberdayaan Koperasi Berbasis Agribisnis Di Daerah Pedesaan oleh Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP
Permasalahan Koperasi di Pedesaan
Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan permasalahan pengembangan koperasi, antara lain: 1) lemahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya kualitas manajemen; 2) kegiatan koperasi tidak sesuai dengan kebutuhan anggota sehingga koperasi berjalan atas kehendak pengurus semata, ini berakibat kepada rendahnya partisipasi anggota karena anggota tidak merasakan manfaat sebagai anggota koperasi; 3) masih ditemukan koperasi tidak melibatkan anggota dalam aktifitasnya (koperasi dikendalikan oleh pemilik modal); 4) koperasi masih sebatas penghubung antara anggota dengan mitra kerja (khusus untuk kopersi petani perkebunan kelapa sawit); 5) adanya kegiatan koperasi yang memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi bagi kepentingan pribadi (sebagai usaha pribadi); dan 6) koperasi di pedesaan lebih banyak bergerak pada bidang usaha simpan pinjam bukan pada usaha produktif;
Secara khusus kelemahan koperasi di pedesaan antara lain: 1) pada penentuan kepengurusan dan manajemen koperasi masih dipengaruhi oleh rasa tenggang rasa sesama masyarakat bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan dan kewirausahaan; 2) budaya manajemen masih bersifat feodalistik paternalistik (pengawasan belum berfungsi). Ini disebabkan karena terbatasnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki (khususnya untuk level manajemen). Masih lemahnya jiwa kewirausahaan dan rendahnya tingkat pendidikan pengurus; 3) anggota koperasi di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya; 4) usaha yang dilakukan tidak fokus, sehingga tingkat profitabilitas koperasi masih rendah. Akibatnya pengembangan aset koperasi sangat lambat dan koperasi sulit untuk berkembang; 5) masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun non anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha koperasi; 6) masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan produklainnya masih relatif sempit; 7) belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.
Usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di pedesaan terutama memacu peningkatan pendapatan masyarakat, koperasi merupakan salah satu alternatif untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Supaya koperasi bisa tumbuh dan berkembang, maka faktor pendukung juga harus dikembangkan. Hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa faktor pendukung pembangunan ekonomi daerah melalui pengembangan koperasi, antara lain: 1) potensi masyarakat; 2) pengusaha; 3) lembaga perkreditan; 4) instansi terkait; dan 5) koperasi sebagai badan usaha.

DAFTAR RUJUKAN

Basri. Y.Z., 2003, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam Usahawan Indonesia No 03/TH.XXXII Maret 2003, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta: halaman 49-55.
Basri M, 2007., Desa dan Kemiskinannya,online, diakses 31 Juli 2007.
Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007, Pengkajian Peningkatan Daya Saing KUKM yang Berbasi Pada Pengembangan Ekonomi Lokal di Propinsi Riau, Dinas Koperasi, Pekanbaru.
Syahza. A,, 2003. Paradigma Baru Pemasaran Produk Pertanian Berbasis Agribisnis di Daerah Riau, dalam Jurnal Ekonomi, TH. VIII/01/2003, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 33-42.
Syahza. A., 2004. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam Sosiohumaniora, Vol 6 No 3, November 2004, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 217-231.


REVIEW JURNAL

I.             ABSTRAK

Selama periode 2002-2007 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 8,40%, pertumbuhan yang tinggi ini ditopang oleh sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Pada tahun 1996 sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi rakyat pedesaan Riau hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2 % sementara sektor industri melaju sebesar 14 persen. Namun pada tahun 2002 sektor pertanian sudah mulai membaik dengan angka pertumbuhan sebesar 6,06 persen, sedangkan sektor industri 12,47 persen. Selama periode 2002-2007 perumbuhan sektor pertanian cukup baik yaitu sebesar 6,79.
Pemerintah Daerah Riau dalam memacu pertumbuhan ekonomi ke depan, mencanangkan pembangunan melalui program pemberantasan kemiskinan, kebodohan dan pembangunan infrastruktur (lebih dikenal dengan program K2I). Program K2I ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah dan pengelolaannya untuk pembangunan yang berkelanjutan.

II.            POINT POINT

Program K2I ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah dan pengelolaannya untuk pembangunan yang berkelanjutan. Setiap pembangunan yang dilaksanakan di Daerah Riau harus mengacu kepada Program K2I. Karena pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Potensi tersebut antara lain:
1.    lemahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya kualitas manajemen
2.    kegiatan koperasi tidak sesuai dengan kebutuhan anggota sehingga koperasi berjalan atas kehendak pengurus semata, ini berakibat kepada rendahnya partisipasi anggota karena anggota tidak merasakan manfaat sebagai anggota koperasi
3.    masih ditemukan koperasi tidak melibatkan anggota dalam aktifitasnya (koperasi dikendalikan oleh pemilik modal)
4.    anggota koperasi di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya
5.    masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun non anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha koperasi
6.    masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan produklainnya masih relatif sempit
7.    belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.
Usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di pedesaan terutama memacu peningkatan pendapatan masyarakat, koperasi merupakan salah satu alternatif untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Supaya koperasi bisa tumbuh dan berkembang, maka faktor pendukung juga harus dikembangkan


III.           PENUTUP

Untuk memajukan ekonomi di daerah sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengembangan koperasi di daerah Riau.
Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga.
Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.
Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit diterapkan mekanisme pasar.

0 komentar:

Posting Komentar